Rabu, 19 Agustus 2009

Aturan, Mematikan Kreativitas

Banyak orang tidak mau untuk menjadi pemimpin. Kebanyakan mungkin berpikir bahwa dirinya belum pantas untuk menduduki suatu posisi tertentu, yang mungkin menjadi dambaannya. Di artikel ini, kita coba menelisik beberapa hal yang mungkin menyebabkan timbulnya pola sikap seperti ini sebagai lanjutan dari artikel sebelumnya tentang inovasi.

Faktor genetik, atau keturunan bisa memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian seseorang. Faktor ini bersifat given, sudah dari sononya. Contoh sederhananya, anak bayi satu dan lainnya memiliki ciri kepribadian yang berbeda. Begitu pula dengan kreativitas.

Faktor lingkungan. Orang tua yang memiliki pengetahuan lebih baik tentang bagaimana membentuk kepribadian anak akan membuat semakin besarnya peluang anak menjadi seperti yang diharapkan. Orang tua merupakan sosok yang sangat besar pengaruhnya terhadap anak. Tingkah laku, gaya hidup, cara berpikir orang tua biasanya akan diikuti oleh sang anak. Utamanya di usia belajar paling efektif, antara 4 s/d 8 tahun. Masa keemasan ini yang paling besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter anak. Contoh sederhananya, coba ingat dialek orang dari suku tertentu, misalnya jawa, bila dialek sudah terbentuk (medok), akan sangat sulit (atau tidak mungkin), mengubah dialek untuk mengikuti dielek dari suku atau daerah lain. Begitu pula dengan kreativitas.

Faktor lingkungan yang lebih luas juga berpengaruh besar, misalnya pergaulan. Tidak dapat disangsikan lagi. (kita tidak banyak membahasnya disini, mungkin di artikel selanjutnya).

Lalu bila faktor genetik tidak bisa diubah, jadi hanya faktor lingkungan yang dapat dimanipulasi untuk menstimulasi kreativitas. Pertanyaan utamanya adalah bagaimana cara memanipulasinya lingkungan tersebut?

Perhatikan contoh sederhana sistem dalam lingkungan yang tanpa disadari berpotensi mematikan kreativitas. Banyak contoh yang dapat diangkat, tetapi coba kita lihat yang paling sederhana, misalnya berseragam di sekolah. Kelihatannya sepele, tetapi coba perhatikan bagaimana pengaruhnya terhadap pembentukan kreativitas. Dengan berseragam, anak dilatih untuk tidak menggunakan kemampuan imajinasi, tidak menggunakan kemampuan memilih yang terbaik dari berbagai alternatif pilihan, dan yang paling parah, tidak dilatih untuk bisa tampil beda.

Cara memanipulasinya, hilangkan aturan seragam, tetapkan aturan yang lebih fleksibel.

Contoh lain seperti program pemerintah tentang gerakan menabung (belakangan baru sadar kalau program ini berpotensi menghancurkan sendi-sendi perekonomian). Masyarakat diajak untuk menyimpan dananya di bank. Alih-alih memfasilitasi tumbuhnya jiwa wirausaha, memerintah mematikan kreativitas dan jiwa wirausaha melalui program menyesatkan ini. Diperparah dengan bank yang manja, tidak menyalurkan kredit, malah "ngemis" ke Bank Indonesia.

Cara memanipulasinya, intensifkan program wirausaha, batasi SBI, tidak memihak ke perbankan.

Seseorang dikatakan kreatif bila dia mampu menciptakan sesuatu yang baru. Kuncinya adalah berbeda. Bila kemampuan untuk berbeda ini dipasung, sulit rasanya bisa terlahir orang-orang yang memiliki jiwa kreatif tinggi seperti yang diharapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Belahan Jiwaku Akhirnya di kembali ke Sang Pencipta

Kisah pilu, yang tertuang di posting tahun lalu, harus bertambah lagi. Di bagian akhir posting tersebut, saya sudah menceritakan bagaimana k...