Terus terang, saat itu tidak ada informasi detail peruntukan
hasil test tersebut. Apakah akan digunakan untuk menilai kinerja pegawai atau
apa, terus terang saya tidak mendapatkan informasi valid. Yang ada di benak
kami, hanya membayangkan bahwa ini adalah salah satu proses evaluasi dan
mengukur kemampuan dosen sebagai tenaga pendidik akan kedua indikator yang
berbeda tersebut.
Selang waktu dua hari, (efektifnya sih, satu setengah hari),
tidak banyak persiapan yang bisa dilakukan, belum lagi sehari sebelumnya ada
mata kuliah yang harus disampaikan ke mahasiswa. Singkat kata, tidak ada
persiapan.
Teng tong…., Hari test tiba. Sambil ketawa ketiwi, karena
memang gak ada persiapan. Test dilakukan dalam dua sesi. Sesi pertama, sesi
pagi test potensi akademik dulu. Penyelenggaranya OTTO BAPPENAS. Sungguh test yang melelahkan, dan harus
dilakukan dengan strategi. Saya nyesal karena salah strategi disini, seharusnya
kalo strategi saya benar, saya pasti bisa dapet skor yang jauh lebih baik.
Setelah break ishoma, siang hari dilanjutkan dengan test bahasa inggris.
Parahnya sound systemnya saat listening gak jelas, yah maklum saja, karena
testnya di aula yang memang tidak dipersiapkan untuk test semacam ini.
Gak ditunggu tunggu, ternyata hasilnya keluar. Selebaran
hasil test disebarkan ke seluruh dosen. Sebenarnya saya tidak begitu setuju
dengan dibukanya hasil seperti itu. Untuk alasan privasi. Hasilnya ya, saya
dapat skor yang biasa saja. 528 untuk TPA dan 470 untuk TOEFL. Ha ha ha.
Seharusnya skor TPA tersebut bisa lebih tinggi mengingat saat mendaftar di
Program Magister Sains Universitas Gadjah Mada tahun 2001, saya mendapatkan
skor sedikit lebih dari 550, tepatnya 554,90. Sedangkan untuk bahasa inggris,
Ini pengalaman pertama saya ikut test ITP-TOEFL. Di UGM, test bahasa inggisnya
hanya diselenggarakan oleh Laboratorium Bahasa UGM, jadi bisa dikategorikan
TOEFL Prediction, bukan ITP-TOEFL. Selain hasil test masuk, mungkin hasil test
TPA dan TOEFL ini juga yang menunjang saya untuk bisa langsung diterima sebagai
mahasiswa Program Magister Sains Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas
Gadjah Mada tanpa melalui matrikulasi pada saat itu.
Sampai kedua skor tersebut kami terima, kami masih belum
punya gambaran untuk apa skor tersebut. Kemudian, setelah berselang beberapa
minggu, ada pengumuman undangan DIKTI untuk mengikuti program pelatihan bahasa
inggris bagi dosen untuk studi lanjut di Luar Negeri. Awalnya sih saya masuk cadangan untuk program
tersebut, tetapi setelah beberapa minggu, bahwa saya termasuk yang diundang.
Kata orang, kalo sudah rejeki gak akan kemana. Tapi ini belum akhir dari
cerita. Saya akan sambung lagi cerita ini di kesempatan yang lain yaitu tentang
program pelatihan bahasa inggris bagi dosen di Lingkungan Ditjen Dikti untuk
Studi Lanjut di Luar Negeri.