Sabtu, 19 Februari 2011

Pengalaman Pertama Perjalanan Surabaya ke Denpasar Menggunakan Bus

Perjalanan jauh dengan menggunakan bus antar propinsi sudah lama tidak saya lakukan. Kesempatan itu datang juga saat saya kembali dari Surabaya menuju Denpasar dengan menggunakan salah satu jasa transportasi yang relatif baru. Selain baru, pegawai travel juga menginformasikan bahwa tiketnya juga lebih murah dibanding dengan yang lainnya. Rp.120,000.- untuk sekali jalan plus snack, dan makan di rumah makan yang telah ditetapkan. Setelah semuannya sudah direncanakan dengan baik, tibalah saatnya untuk berangkat.

Lokasi saya menunggu bus tersebut berada suatu tempat setelah Lumpur Lapindo. Sialnya, macet menghadang, jadi kami menunggu relatif lama, sekitar dua jam setelah dari jadwal yang seharusnya. Begitu busnya tiba, kami langsung duduk di kursi depan sesuai pesanan kami beberapa hari sebelumnya. Kemalangan belum berhenti merundung kami ketika ternyata kampas kompling bus habis, dan terpaksa bus dihentikan tepat di perbatasan sebelum masuk wilayah Banyuwangi.

Sementara mengunggu armada lainnya, saya sempat berbincang dengan sopir bus tersebut. Bapak tersebut sudah cukup tua untuk profesi sebagai supir bus. Tetapi memang sebanding dengan pangalamannya. Dari truk gandeng, fuso, hingga bus, sudah penah disopirinya. Dari daerah yang aman, hingga daerah konflik yang sempat membuatnya menyaksikan rekannya sendiri ditembak mati oleh GAM saat itu. Satu nyawa melayang, dan belasan mobil baru yang dimuatnya hilang dibawa kabur oleh gerombolan itu.

Perbincangan semakin menarik disaat mulai membahas salah satu indicator kepuasan beliau dalam menjalankan tugas. Iya, ini mengenai pendapatan. Untuk rute Surabaya-Denpasar, beliau dibayar sebesar dua ratus ribu rupiah untuk pergi pulang. Kalau normal, penghasilan beliau sekitar tiga juta rupiah per bulan, tetapi ini relatif jarang terjadi, seringnya malah lebih sedikit dari itu karena mungkin jumlah penumpang yang tidak sesuai dengan standar minimum jumlahnya. Tetapi ada sumber-sumber lain yang bisa beliau dapatkan, seperti dari pengiriman barang langsung via supir, tetapi tidak dari penumpang yang naik di tengah rute perjalanan karena ketatnya mekanisme kontrol.

Disela-sela perbincangan itu, anak saya berkesempatan mencoba duduk di kursi supir seraya memain-mainkan setir dan segala fungsi yang ada disekitarnya. Rupanya beliau sangat senang melihat Ryu, anak saya karena teringat dengan cucu beliau. Semoga di beliau tetap dalam lindungan yang kuasa dan mendapatkan kemurahan rejeki. Beliau juga mengingatkan saya pada orang tua saya yang memang tidak tinggal dengan saya. Betapa mulianya mereka beribadah mencari nafkah hingga hari tuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Belahan Jiwaku Akhirnya di kembali ke Sang Pencipta

Kisah pilu, yang tertuang di posting tahun lalu, harus bertambah lagi. Di bagian akhir posting tersebut, saya sudah menceritakan bagaimana k...