Selasa, 31 Juli 2012

Perjalanan Banjarmasin Makassar Sorowako

Terinspirasi dari pengalaman terakhir kali bulan Juni 2012 dimana sebelum melalukan perjalanan yang sudah beberapa tahun tidak dilakukan, dimana saya mencari informasi tentang beberapa kemungkinan moda transportasi yang bisa digunakan untuk sampai pada kota tujuan, Sorowako.

Kesempatan ini saya akan mengulas beberapa alternatif yang dapat dipilih untuk melakukan perjalanan baik moda transportasi yang digunakan maupun biaya yang harus dikeluarkan.

Oke, saya mulai dari perburuan mencari tiket. Tiket pesawat awalnya saya pantau melalui website reservasi masing-masing aviasi. Mulai dari Merpati yang melakukan penerbangan langsung hingga yang transit seperti Lion Air dan lainnya. Setelah ngecek berapa harga tiket dan kemungkinan berangkat kita bisa langsung membeli menggunakan kartu kredit akan tetapi bagi Merpati, syaratnya beli tiket online adalah bahwa si pemegang kartu kredit harus ikut terbang, dan apabila tidak, harus ada persyaratan tambahan yang harus dilengkapi yang menurut saya agak ribet. Saya yang tidak memegang kartu kredit tentunya lebih baik bertransaksi melalui agen tiket langganan saya.

Benar saja, harga tiket Banjarmasin-Makassar yang saya dapat memalui travel agent langganan saya cukup bersaing dengan harga yang tertera di price list online. Bahkan saya bisa dapat diskon khusus. Harganya yang menurut saya cukup murah saat musim off peak liburan. Rp.520 ribu per orang yang saya beli untuk tiga orang. Sebagai catatan, di penerbangan lain harga termurah yang bisa saya dapatkan sebesar hampir Rp.800 ribu.  Untuk mengantisipasi ketidakpastian harga saat pulang (walau ini mengorbankan ketidak pastian kapan harus kembali saat diperlukan) saya juga langsung membeli tiket pulang dengan harga yang reasonable sebesar Rp.550 ribu per orang yang juga untuk tiga orang. Oh iya, travel juga bekerja sama dengan pemilik rental mobil untuk menyediakan alat transportasi dari tempat tinggal ke bandara sesuai kesepakatan. Biayanya kira-kira Rp.100 ribu dari Kota Banjarmasin ke Bandara Samsuddin Noor.

Pilihan saya tidak seperti itu. Sebenarnya bila berangkat sendiri saya cenderung lebih suka menggunakan angkot, lebih praktis dan murah. Tetapi karena membawa keluarga, saya harus lebih bersahabat dengan mereka. Saya putuskan menggunakan taksi argo yang saya carter menuju ke bandara. Karena pool taksinya dekat dengan tempat tinggal saya, saya sekalian datang ke kantornya dan nego harga satu hari sebelum keberangkatan. Rp.100 ribu rupiah menjadi harga yang saya inginkan dan disepakati oleh mereka. Harga ini mungkin bisa lebih murah lagi tergantung negonya saja. Apalagi bila Anda tinggal di Banjarmasin Tengah bahkan di Banjarmasin Selatan.

Hari keberangkatan tiba, taksi yang menjemput sudah datang di depan rumah dan berangkatlah kami. Saya sangat menyesal karena sopir taksi yang mengantar kami adalah sopir baru dan menurut saya belum mahir untuk membawa mobil. Ini terkuak saat saya melontarkan pertanyaan yang bersifat pancingan. Akibatnya istri dan anak saya mabuk darat. Rasanya saat itu, saya ingin saya mengambil alih kemudi.

Setibanya di bandara, kami langsung menuju kantor Merpati dan menyerahkan barang bagasi kami. Setelah itu bayar boarding pas di Bandara Samsuddin Noor Rp.25 ribu per orang. Setelah menunggu, ternyata ada informasi bahwa Merpati yang akan kami gunakan (lagi-lagi) delay. Kami harus menunggu kurang lebih satu jam lebih lambat dari yang jadwal seharusnya. Saatnya tiba, kami naik ke pesawat dengan memilih tidak berdesak-desakan. Seingat saya, kami adalah orang terakhir yang naik ke pesawat. Sebaiknya tidak usah berjejal karena kita khan sudah punya nomor kursi masing masing saat boarding.

Di pesawat, pramugi dan pramugara cukup ramah dan lumayan, diberi kudapan roti dan kue serta air putih. Hal yang tidak kita dapatkan di aviasi sekelas yang lain yang sering saya gunakan. Penyejuk ruangan cukup bagus (juga tidak seperti yang lain) dan kursinya terlihat jelas bahwa itu adalah copotan dari kursi Garuda (masih ada lambangnya -read). Btw, kondisinya masih bagus. Satu jam lebih sedikit kami sudah tiba di Makassar International Airport. Sudah banyak berubah ketika terakhir kali saya di kota tersebut 10 tahun lalu.

Bandara Hasanuddin sebenarnya memberikan layanan bus shuttle gratis dari bandara ke jalan poros provinsi Makassar Maros. Setelah itu kita bisa menggunakan angkutan umum (pete pete, untuk angkot dalam bahasa sana) menuju tempat tujuan. Jauh dekat kalo tidak salah Rp.3 ribu. Jadi Anda bisa langsung ke Terminal Daya yang merupakan terminal utama di kota Makassar. Akan tetapi dengan alasan yang sama, saya lebih memilih menggunakan taksi bandara yang harus ditebus seharga Rp.65 ribu dari bandara ke terminal, ditambah Rp.6 ribu lagi untuk masuk ke terminalnya. Saya membayar senilai itu karena masih berada di Ring I dan Anda akan membayar lebih mahal lagi bila tujuan Anda di Ring II atau bahkan di Ring III.

Setibanya di terminal, saya langsung konfirmasi pada Agen Bus yang akan saya gunakan menuju Sorowako. Syukurlah kami sudah jauh-jauh hari mem-booking tempat pas di belakang sopir sehingga kami bisa lebih leluasa karena ada space ekstra disitu. Saat musim liburan seperti itu agak susah untuk mendapatkan tempat di bis manapun yang menuju manapun, sehingga ini saya antisipasi dengan memesannya terlebih dahulu. Tiket seharga Rp.140 ribu per kursi saya tebus untuk dua kursi untuk kelas VIP. Anak saya yang masih kecil bisa duduk diantara saya dan istri.

Perjalanan panjang Makassar-Sorowako dimulai. Ini adalah perjalanan yang dulu sering saya lakukan saat saya masih kuliah di Universitas Hasanuddin, Makassar.

Oh iya, sebenarnya ada alternatif lain untuk menuju Sorowako dari Makassar yaitu dengan menggunakan pesawat. Akan tetapi harus dipesan jauh-jauh hari dan dengan harga yang lumayan untuk orang yang bukan pegawai perusahaan PT. Vale, Tbk. Kita harus menebus Rp.1,3 juta rupiah untuk satu orang dengan jarak tempuh kira kira 650 km. Akan tetapi bila kita pegawai, kira-kira Rp.600 ribu harga tiketnya.
Saya lanjutkan, perjalanan dengan menggunakan Bus sebenarnya ada beberapa bus yang melayani Makassar-Sorowako. Ada New Liman, Litha & Co, Mega Mas, dan Bintang Timur. Semua bus berangkat antara pukul 18.00 Wita hinga pukul 19.00 Wita. Pilihannya juga bervariasi ada yang biasa dan ada yang VIP.  Di perjalanan Makassar ke Sorowako, kita melewati beberapa kota seperti Maros, Pangkep, Pare-Pare, Sidrap, Wajo, Palopo, Wotu, Malili, Wasuponda, dan terakhir Sorowako. (maaf kalo ada kota yang terlupakan, silahkan di beri masukan!). Waktu tempuhnya kira-kira 12 hingga 13 jam. Kita bisa menggunakan waktu tersebut untuk tidur karena bus-nya cukup nyaman untuk itu. Oh iya di bus juga disiapkan selimut, air minum, dan roti yang bisa digunakan untuk menunda lapar sebelum di perjalanan bus akan mampir di satu rumah makan yang sederhana, tetapi itu bukan paket yang disediakan oleh bus, dalam artian Anda harus membayar sendiri untuk membeli makan yang disediakan di rumah makan tersebut.

Setibanya di wilayah perusahaan PT. Vale, Tbk terlihat memang suasananya berbeda. Dari lingkungannya, kondisi jalannya, dan rambu-rambu yang ada juga terasa beda. Khas wilayah tambang, karena perusahaan tersebut memang adalah perusahaan tambang nikel ke-2 terbesar di dunia kalo saya tidak salah. Infra struktur memang disiapkan oleh perusahaan, bahkan untuk air keran dan listrik bukan diproduksi oleh PDAM dan PLN, tetapi oleh perusahaan.

Setelah beberapa saat tibalah kami di terminal Sorowako dan dijemput oleh keluarga. Akhirnya bertemu juga dengan my sweet big family in my hometown.

Senin, 30 Juli 2012

Laris Manis Dagang Aksesoris

Di suatu kesempatan saya berkunjung ke suatu toko aksesoris yang menjual bebagai pernak-pernik di suatu pusat perbelanjaan. Melihat dari ragam produk yang ditawarkan dan jumlah pengunjung dan nilai transaksi yang terjadi kelihatannya usaha ini sangat menggiurkan.

Seperti biasanya, keingin tahuan saya muncul seiring melihat di kesempatan tersebut. Pertanyaan yang memprovokasi dan mengudang emosi positif bisa dengan mudah mengeluarkan informasi yang saya butuhkan untuk mentaksir besaran keuntungan yang diraup jenis usaha tadi. Hanya dengan lima orang pramuniaga, usaha tersebut mampu membukukan keuntungan bersih senilai lebih dari Rp.500jt dalam setahun.

Oke, ada baiknya sedikit diulas tentang cerita dibalik kesuksesannya. Diawali tahun 80 puluhan, dia sudah memulai bergelut di jenis usaha ini tetapi hanya membantu usaha keluargannya. Seiring perjalanan waktu, pertengahan 90-an beliau mencoba membuka toko sendiri. Tentunya tetap dengan dukungan dari keluarga. Pengelolaan yang konvensional melalui pengalaman berharga dari supplier menjadi kunci utama keberhasilan. Walaupun menurut saya, potensinya masih sangat besar untuk bisa ditumbuh kembangkan. Tetapi…. pertemuan yang singkat menjadi hambatan untuk memberikan gambarannya.

Dalam membeli barang dagangannya, secara rutin minimal sebulan sekali dia mendatangi supplier besarnya untuk mengetahui lebih jauh update jenis dan varian produk yang ada. Ini sangat penting karena bisnis aksesoris memiliki keunikan dan peminatan musiman. Ada masa dimana satu jenis produk sangat laku keras sampai kemudian berakhir dengan munculnya jenis dan varian yang baru.

Secara operasional, kerena usahanya terletak di satu pertokoan yang memiliki jam buka terbatas, yaitu dari pukul 8 hingga pukul 17, dan tidak menggunakan peralatan pendukung seperti computer, jumlah tenaga kerja yang dilibatkan juga terbatas. Lima orang pramuniaga dengan tingkat keahlian bervariasi dirasa cukup untuk usaha tersebut. Dengan menggaji berasarkan acuan UMP maka keuntungan bersih dari usaha ini memang sangat menggiurkan. Tetapi… kembali lagi bahwa kebijakan pengelolaan yang tidak agresif merupakan pillihan si pemilik. Sangat sayang untuk tidak dikembangkan lebih luas.

Belahan Jiwaku Akhirnya di kembali ke Sang Pencipta

Kisah pilu, yang tertuang di posting tahun lalu, harus bertambah lagi. Di bagian akhir posting tersebut, saya sudah menceritakan bagaimana k...