Rabu, 01 Juli 2009

Redefinisi Nilai: Memformulasikan Kembali Tujuan Utama Perusahaan

Berbagai referensi menjelaskan adanya perkembangan pendapat mengenai tujuan utama perusahaan. Diawali dari pemikiran sederhana bahwa manusia adalah economic man, makhluk ekonomi yang berupaya memenuhi kebutuhan yang hampir tidak terbatas melalui sumber daya yang terbatas. Dasar pemikiran ini kemudian diterapkan dalam sistem yang lebih luas seperti organisasi atau perusahaan. Pola pemikiran seperti ini menggiring perusahaan untuk bertindak orientasi laba. Laba sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya seminimal mungkin. Terlihat baik tetapi hanya dalam satu perspektif, perspektif perusahaan. Dalam kerangka perspektif yang lebih luas, banyak hal yang masih harus dipertanyakan dan diperdebatkan.

Kita tahu bahwa terdapat berbagai sumber daya dalam organisasi. Antara lain:
  1. Sumber daya manusia
  2. Sumber daya keuangan dalam bentuk uang atau modal.
  3. Sumber daya alam, bisanya berbentuk bahan baku.
  4. Sumber daya mesin dan teknologi.
  5. Sumber daya informasi
Ambil contoh untuk sumber daya manusia. Bila perusahaan memperlakukan sumber daya manusianya dengan pola pemikiran meminimalkan biaya untuk mencapai keuntungan sebesar-besarnya, akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri. Sense of belonging, yaitu rasa memiliki perusahaan akan hilang bila karyawan merasa dirinya dieksploitasi oleh perusahaan. Kalau sudah begini, biasanya karyawan akan bereaksi dengan tidak berkinerja optimal. Hanya berorientasi pemenuhan tugas dan tanggung jawab untuk alasan keamanan kepentingan mereka sendiri. Akibatnya sudah bisa ditebak, inovasi dan kreativitas dalam organisasi sebagai kunci utama keunggulan bersaing, akan mati.

Evolusi kedua dari tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham atau pemilik perusahaan. Hanya berfokus pada memaksimalkan kesejahteraan pemilik perusahaan akan mengkibatkan semakin besarnya kesenjangan kesejahteraan antara pemilik dan karyawan yang menjalankan perusahaan. Dengan orientasi tujuan ini, masalah sumber daya manusia juga masih belum terpecahkan. Artinya masih sangat rentan terhadap kebijakan yang tidak bijaksana dalam memperlakukan segala sumber daya perusahaan. Misalnya, mengesploitasi sumber daya alam atau bahan baku tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dalam jangka panjang. Pemilik perusahaan untung tetapi masyarakat sekitar buntung akibat kerusahan alam.

Peran pasar modal lebih memperparah kondisi ini. Peningkatan nilai saham perusahaan sebagai acuan peningkatan nilai kesejahteraan pemegang saham, tidak mencerminkan kondisi perusahaan sebenarnya. Semuanya hanya berdasarkan persepsi, prospek perusahaan, dan yang paling parah adalah isu-isu yang tidak relevan. Ingat kasus Enron yang banyak mempengaruhi pasar dengan melambungkan nilai pasar saham-saham di Amerika melalui manipulasi persepsi masyarakat terhadap perusahaan. Pukulan besar bagi investor dan profesi akuntan.

Istilah Corporate Social Responsibility (CSR) sudah semakin sering kita mendengar dan melihatnya di berbagai media. Namun upaya pencitraan baik perusahaan dalam bentuk ini saja belum cukup. Parahnya lagi, CSR terkadang hanya digunakan sebagai alat pengaman eksistensi perusahaan dari kemungkinan amukan masyarakat sekitar akibat pengrusakan sumber daya alam oleh perusahaan. Masih sangat jauh dan tidak bisa menutupi kerugian akibat ekspoitasi alam yang dilakukan perusahaan.

Dalam evolusi selanjutnya mengenai tujuan utama perusahaan, lompatan keseimbangan (seperti yang sudah saya ulas sebelumnya) harus menjadi bahan pertimbangan utama. Perusahaan harus meredefinisi nilai nilai yang dipegang terkait tujuan dan penggunaan sumber daya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Peningkatan nilai perusahaan haruslah merupakan bentuk dari lompatan keseimbangan baru yang tetap menjaga peningkatan nilai sumber daya lainnya. Artinya peningkatan kesejahteraan pemilik perusahaan harus dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan karyawan, peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, peningkatan kualitas alam dan sumber daya alam, peningkatan pemasukan pemerintah dari sektor pajak, dan lain sebagainya. Singkat kata, dalam jangka panjang, multiply effect positif harus tercipta bagi seluruh sumber daya dan lingkungan perusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Belahan Jiwaku Akhirnya di kembali ke Sang Pencipta

Kisah pilu, yang tertuang di posting tahun lalu, harus bertambah lagi. Di bagian akhir posting tersebut, saya sudah menceritakan bagaimana k...